Senin, 27 Juni 2016

Jaga Terakhir Obsgyn di Muntilan

Tak terasa rotasi selama 2 pekan di RSUD muntilan ini. Hari ini adalah hari terakhir saya bertugas di Muntilan, dan ditutup dengan jaga malam. Seperti biasa, begitu datang ke VK, saya operan dulu dengan kak Tika yang jaga sebelum saya. Kak tika jelasin apa-apa yang terjadi seharian itu, juga pasien-pasien apa saja yang tersisa. Agak sepi malam ini, ada 4 pasien di VK dan 1 di PONEK. Dua pasien post partum, satu pasien post partum hemorrhage, satu pasien pro-re-SC besok pagi, dan satu pasien hamil aterm ketuban pecah dini (KPD) letak sungsang. Wah, agak santai lah saya pikir. Hehe. Tidak ada yang dalam masa persalinan aktif, alias bukaannya masih 1 atau 2. Paling ada 1 yang perlu pantauan ketat denyut jntung janin tiap 2 jam dikarenakan punya KPD >24 jam, riwayat SC, dan riwayat minum jamu akar fatimah. Pasin itu mau di re-SC pagi ini. Dua jam itupun cukup santai karena bisa gantian dengan Hayyin, mahasiswa praktikan perawat. Nah karena santainya itulah, saya mohon izin ke Hayyin buat tidur duluan. Sudah ngantukk banget. Saya minta Hayyin bangunkan saya jam 1, biar gantian cek DJJnya.

SC Emergency
Sayapun tidur duluan jam 22.30. Saya setel alarm jam 1 dini. Eh lah kok malah nggak kebangun sama alarm saya. Saya justru bangun jam 01.30 karena suara ribut-ribut dari lur. Oalah,, ada apa tho. Dengan kondisi masih setengah sadar dan mata masih merah pun saya keluar, mengecek situasi. Ternyata sumber keributan itu semua dari bed 3, ibu yang hamil sungsang itu. Welah kenapa tho, apa sudah bukaan lengkap ya, pikir saya, malah bagus lah tidak perlu di SC kalau gitu. Eh tapi setelah saya perhatikan lagi, kok ada tali pusat menjuntai dari vaginanya. Saya pikir sudah lahiran dan memasuki waktu kelahiran plasenra, loh kok ditinggal tidur sebentar aja udah lahir. Yah, saya nggak bisa bantu persalinannya dong. Kecewa :( Setelah saya perhatikan sekali lagi, ternyata yang terjadi jauh lebih serius dari itu. Gawat darurat malah. Saya tidak lihat ada staf bangsal perinatal di VK, tidak ada suara tangisan bayi, infant radiant warmer (penghangat bayi) tidak menyala, perut ibu masih besar, serta masih terpasang doppler untuk cek DJJ di atas perut ibunya. Suara denyut janin terdengar bradikardi (frekuensi melambat). Wah, fix itu gawat banget. Prolaps tali pusat. Sangat berbahaya bagi janin. Kalau pembuluh darah di tali pusat tergencet sebentar saja, cukup beberapa detik, bayi bisa asfiksia (kekurangan oksigen) dan segera meninggal. Syukurlah tali pusat tidak full tergencetnya, sehingga bayinya masih dapat suplai darah dan oksigen.

Tim VK segera mengajukan permintaan operasi Sectio Cesarean(SC) cito (emergency), saat itu juga. Bersyukur sekalo karena tim cito Instalasi Bedah Sentral (IBS) fast response dan ibu bisa segera di operasi. Naah, sebagai koas yang iseng, saya inisiatif ikut ke operasi ibu tersebut. Untung boleh pinjam baju bersih punya IBS, biasanya sih disuruh membawa baju bersih sendiri.

Operasi dimulai pukul 1.45. Awalnya pasien dibius spinal di regio lumbal. Tapi ya, masak udah dibius spinal agak lama, kaki ibunya masih belum terlumpuhkan, masih terasa sakit waktu dicubit pakai pinset chirurgis yang ujungnya tajam. Tangan ibunya pakai bergerak ke medan operasi yang sudah steril lagi. Ngalamat gagal bius ini. Yahh, rak yo gawat kalau operasi biusnya gagal, nyerinya bisa terep terasa donk. Bisa menimbulkan trauma operasi yang hebat pada pasien. Akhirnya dokter SpAn memutuskan bius umum saja (general anestesi/GA) dengan pipa napas LMA secara rapid sequence intubation(RSI)ntermodifikasi. Waktu ditanya terakhir makan jam berapa, ternyata pasien baru makan jam setengah dua belas. Baru dua jam sebelum operasi. Hei, itu terlalu dekat jarak makannya. Secara teori sih sebenernya paling tidak dipuasakan 6 jam dulu sebelum operasi. Sebab, orang yang dibius umum akan kehilangan reflek menelan, dan berbatuk, sehingga memiliki resiko tinggi untuk tersedak makanan dari lambung ke paru-paru. Sebetuknya yang namanya RSI itu ya pakai pipa napas endotracheal tube(ET), bukan LMA. LMA terlalu beresiko untuk aspirasi(tersedak) karena pasien belum puasa 6 jam, seharusnya juga tidak boleh, namun dr SpAn takut menggunakan  karena akan memakan waktu lebih lama. Terlalu beresiko untuk bayinya. Jalannya operasi pun ada ada aja masalahnya. Letak bayi kepala disamping kanan, susah mengeluarkannya lewat irisan di dinding perut. Akibatnya dinding oerut ibu kepentok kepala bayi, otot-ototnya lebih banyak yang sobek, perdarahannyang terjadi kira-kira 3 kali lipat lebih banyak dibanding operasi SC elektif biasanya.. Bayi berhasil dilahirkan. Kondisi awalnya tidak bagus, dia tidak menangis dan tonus ototnya buruk. Saya tugas membawa bayi yang baru dilahirkan itu untuk dibawa ke tim perinatal di ruang pemulihan. Syukurlah sebelum saya sampai kesana, dedek bayi sudah menunjukkan tanda-tanda bernapas, walau lemah dan tidak menangis. Tapi setidaknya dia punya peluang yang baik  selesai pukul 2.45. Ini lama bangett SCnya. Satu jam. Demi Allah saya belum permah nemu SC selama ini. Biasanya cuma 20 menit selesai. 

Jadi keinget ibu waktu melahirkan saya dulu. Ibu mulai merasakan kenceng-kenceng di perut yang sakit biasa sejak hari kamis siang, 25 Agustus 1994. Terus begitu hingga ketuban pecah hari kamis malamnya. Terus menerus kontraksi sampai ibu kelelahan, tak ada tenaga lagi untuk mengejan padahal baru bukaan 3. Hmm, sepertinya ibu mengalami partus tak maju, yaitu periode memanjang dari bukaan serviks 1 cm ke bukaan 10. Akhirnya dokter SpOG  menawarkan pilihan SC untuk melahirkan saya. Dan saya pun lahir ke dunia ini paginya, pukul setengah tujuh WIB hari Jumat, 26 Agustus 1994. 

Duh, berat banget ya perjuangan menjadi seorang Ibu. Waktu kontraksi, saking sakitnya, guntingan episiotomi untuk melebarkan jalan lahir bayi pun konon katanya kalah sakit dibanding sakitnya kontraksi. Melahirkan SC yang dibius regional dari pinggang ke bawah pun, biasanya ibu tetap merasakan sakitnya kontraksi yang kerap terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan, juga sakitnya luka post-op yang membuat ibu SC pulih lebih lama dari ibu partus normal. Dua-duanya sakit, sereem, dan beresiko. Pantaslah Allah dan Rasulullah SAW  menyuruh anak untuk berbuat baik kepada ibunya lebih dulu dari pada bapaknya. Nah kan, jadi kangen ibuk. Hiks. Saya tinggal mulu sejak stase obsgyn ini.

Yah, inilah stase obsgyn. Baru dua pekan di Muntilan, belum di Banjarnegara yang empat minggu. Semoga selain bisa menguasai kompetensi dokter umum yang ditargetkan, saya juga bisa mengambil ibroh (pelajaran) yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Bye stase obgyn muntilan, VK, Poli KIA, bangsal Gladiol, ibu-ibu bidan dan perawat yang baik hati, adek-adek akbid serta akper yang jadi teman setia saat jaga VK, dan tentunya dokter SpOG yang gemar mengajari dan m. Overall di Muntilan yang katanya selo itu menurut saya sebenernya.., ya selo sih. Tapi selonya bisa dapet kompetensi. Tempatnya juga nyaman, dan dekat dengan sumber peradaban. Udah gitu, dapet menu buka dan sahur gratis bagi koas yang jaga. Wah itu baik banget, demi Allah. Gak ada RS lain yang menyediakan ransum koas. Wah bakal kangen lah dengan koas obgyn muntilan. Semoga di Banjarnegara bisa lebih maksimal belajar dan berlatihnya. Semogaaa aja Allah ridho dengan koas kami, menjauhkan kami dari maksiat, dan menunjukkan kami ke jalan-Nya yang terang benderang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar