Senin, 27 Juni 2016

Jaga Terakhir Obsgyn di Muntilan

Tak terasa rotasi selama 2 pekan di RSUD muntilan ini. Hari ini adalah hari terakhir saya bertugas di Muntilan, dan ditutup dengan jaga malam. Seperti biasa, begitu datang ke VK, saya operan dulu dengan kak Tika yang jaga sebelum saya. Kak tika jelasin apa-apa yang terjadi seharian itu, juga pasien-pasien apa saja yang tersisa. Agak sepi malam ini, ada 4 pasien di VK dan 1 di PONEK. Dua pasien post partum, satu pasien post partum hemorrhage, satu pasien pro-re-SC besok pagi, dan satu pasien hamil aterm ketuban pecah dini (KPD) letak sungsang. Wah, agak santai lah saya pikir. Hehe. Tidak ada yang dalam masa persalinan aktif, alias bukaannya masih 1 atau 2. Paling ada 1 yang perlu pantauan ketat denyut jntung janin tiap 2 jam dikarenakan punya KPD >24 jam, riwayat SC, dan riwayat minum jamu akar fatimah. Pasin itu mau di re-SC pagi ini. Dua jam itupun cukup santai karena bisa gantian dengan Hayyin, mahasiswa praktikan perawat. Nah karena santainya itulah, saya mohon izin ke Hayyin buat tidur duluan. Sudah ngantukk banget. Saya minta Hayyin bangunkan saya jam 1, biar gantian cek DJJnya.

SC Emergency
Sayapun tidur duluan jam 22.30. Saya setel alarm jam 1 dini. Eh lah kok malah nggak kebangun sama alarm saya. Saya justru bangun jam 01.30 karena suara ribut-ribut dari lur. Oalah,, ada apa tho. Dengan kondisi masih setengah sadar dan mata masih merah pun saya keluar, mengecek situasi. Ternyata sumber keributan itu semua dari bed 3, ibu yang hamil sungsang itu. Welah kenapa tho, apa sudah bukaan lengkap ya, pikir saya, malah bagus lah tidak perlu di SC kalau gitu. Eh tapi setelah saya perhatikan lagi, kok ada tali pusat menjuntai dari vaginanya. Saya pikir sudah lahiran dan memasuki waktu kelahiran plasenra, loh kok ditinggal tidur sebentar aja udah lahir. Yah, saya nggak bisa bantu persalinannya dong. Kecewa :( Setelah saya perhatikan sekali lagi, ternyata yang terjadi jauh lebih serius dari itu. Gawat darurat malah. Saya tidak lihat ada staf bangsal perinatal di VK, tidak ada suara tangisan bayi, infant radiant warmer (penghangat bayi) tidak menyala, perut ibu masih besar, serta masih terpasang doppler untuk cek DJJ di atas perut ibunya. Suara denyut janin terdengar bradikardi (frekuensi melambat). Wah, fix itu gawat banget. Prolaps tali pusat. Sangat berbahaya bagi janin. Kalau pembuluh darah di tali pusat tergencet sebentar saja, cukup beberapa detik, bayi bisa asfiksia (kekurangan oksigen) dan segera meninggal. Syukurlah tali pusat tidak full tergencetnya, sehingga bayinya masih dapat suplai darah dan oksigen.

Tim VK segera mengajukan permintaan operasi Sectio Cesarean(SC) cito (emergency), saat itu juga. Bersyukur sekalo karena tim cito Instalasi Bedah Sentral (IBS) fast response dan ibu bisa segera di operasi. Naah, sebagai koas yang iseng, saya inisiatif ikut ke operasi ibu tersebut. Untung boleh pinjam baju bersih punya IBS, biasanya sih disuruh membawa baju bersih sendiri.

Operasi dimulai pukul 1.45. Awalnya pasien dibius spinal di regio lumbal. Tapi ya, masak udah dibius spinal agak lama, kaki ibunya masih belum terlumpuhkan, masih terasa sakit waktu dicubit pakai pinset chirurgis yang ujungnya tajam. Tangan ibunya pakai bergerak ke medan operasi yang sudah steril lagi. Ngalamat gagal bius ini. Yahh, rak yo gawat kalau operasi biusnya gagal, nyerinya bisa terep terasa donk. Bisa menimbulkan trauma operasi yang hebat pada pasien. Akhirnya dokter SpAn memutuskan bius umum saja (general anestesi/GA) dengan pipa napas LMA secara rapid sequence intubation(RSI)ntermodifikasi. Waktu ditanya terakhir makan jam berapa, ternyata pasien baru makan jam setengah dua belas. Baru dua jam sebelum operasi. Hei, itu terlalu dekat jarak makannya. Secara teori sih sebenernya paling tidak dipuasakan 6 jam dulu sebelum operasi. Sebab, orang yang dibius umum akan kehilangan reflek menelan, dan berbatuk, sehingga memiliki resiko tinggi untuk tersedak makanan dari lambung ke paru-paru. Sebetuknya yang namanya RSI itu ya pakai pipa napas endotracheal tube(ET), bukan LMA. LMA terlalu beresiko untuk aspirasi(tersedak) karena pasien belum puasa 6 jam, seharusnya juga tidak boleh, namun dr SpAn takut menggunakan  karena akan memakan waktu lebih lama. Terlalu beresiko untuk bayinya. Jalannya operasi pun ada ada aja masalahnya. Letak bayi kepala disamping kanan, susah mengeluarkannya lewat irisan di dinding perut. Akibatnya dinding oerut ibu kepentok kepala bayi, otot-ototnya lebih banyak yang sobek, perdarahannyang terjadi kira-kira 3 kali lipat lebih banyak dibanding operasi SC elektif biasanya.. Bayi berhasil dilahirkan. Kondisi awalnya tidak bagus, dia tidak menangis dan tonus ototnya buruk. Saya tugas membawa bayi yang baru dilahirkan itu untuk dibawa ke tim perinatal di ruang pemulihan. Syukurlah sebelum saya sampai kesana, dedek bayi sudah menunjukkan tanda-tanda bernapas, walau lemah dan tidak menangis. Tapi setidaknya dia punya peluang yang baik  selesai pukul 2.45. Ini lama bangett SCnya. Satu jam. Demi Allah saya belum permah nemu SC selama ini. Biasanya cuma 20 menit selesai. 

Jadi keinget ibu waktu melahirkan saya dulu. Ibu mulai merasakan kenceng-kenceng di perut yang sakit biasa sejak hari kamis siang, 25 Agustus 1994. Terus begitu hingga ketuban pecah hari kamis malamnya. Terus menerus kontraksi sampai ibu kelelahan, tak ada tenaga lagi untuk mengejan padahal baru bukaan 3. Hmm, sepertinya ibu mengalami partus tak maju, yaitu periode memanjang dari bukaan serviks 1 cm ke bukaan 10. Akhirnya dokter SpOG  menawarkan pilihan SC untuk melahirkan saya. Dan saya pun lahir ke dunia ini paginya, pukul setengah tujuh WIB hari Jumat, 26 Agustus 1994. 

Duh, berat banget ya perjuangan menjadi seorang Ibu. Waktu kontraksi, saking sakitnya, guntingan episiotomi untuk melebarkan jalan lahir bayi pun konon katanya kalah sakit dibanding sakitnya kontraksi. Melahirkan SC yang dibius regional dari pinggang ke bawah pun, biasanya ibu tetap merasakan sakitnya kontraksi yang kerap terjadi di minggu-minggu akhir kehamilan, juga sakitnya luka post-op yang membuat ibu SC pulih lebih lama dari ibu partus normal. Dua-duanya sakit, sereem, dan beresiko. Pantaslah Allah dan Rasulullah SAW  menyuruh anak untuk berbuat baik kepada ibunya lebih dulu dari pada bapaknya. Nah kan, jadi kangen ibuk. Hiks. Saya tinggal mulu sejak stase obsgyn ini.

Yah, inilah stase obsgyn. Baru dua pekan di Muntilan, belum di Banjarnegara yang empat minggu. Semoga selain bisa menguasai kompetensi dokter umum yang ditargetkan, saya juga bisa mengambil ibroh (pelajaran) yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Bye stase obgyn muntilan, VK, Poli KIA, bangsal Gladiol, ibu-ibu bidan dan perawat yang baik hati, adek-adek akbid serta akper yang jadi teman setia saat jaga VK, dan tentunya dokter SpOG yang gemar mengajari dan m. Overall di Muntilan yang katanya selo itu menurut saya sebenernya.., ya selo sih. Tapi selonya bisa dapet kompetensi. Tempatnya juga nyaman, dan dekat dengan sumber peradaban. Udah gitu, dapet menu buka dan sahur gratis bagi koas yang jaga. Wah itu baik banget, demi Allah. Gak ada RS lain yang menyediakan ransum koas. Wah bakal kangen lah dengan koas obgyn muntilan. Semoga di Banjarnegara bisa lebih maksimal belajar dan berlatihnya. Semogaaa aja Allah ridho dengan koas kami, menjauhkan kami dari maksiat, dan menunjukkan kami ke jalan-Nya yang terang benderang.

Selasa, 14 Juni 2016

Moon-Tea Land

Muntilan, 13 Juni 2016, 9 Romadhon 1437

Alhamduliĺah. Hanya atas kuasa-Nya semata saya masih diberi kesempatan melihat dunia di malam ke sembilan Romadhon ini. Alhamdulillah, Allah masih mempercayakan ksrunia nikmat sehat kepada jasad saya agar dapat digunakan sebaik-baiknya dalam usaha meraih ridho-Nya. Bukankah banyak orang di gedung seberang (rumah sakit) yang berharap dalam keadaan sehat?  Hmm, semakin jauh jalannya koas, ssemakin Alhamdulillah, di kota sepelemparan batu dari Yogyakarta ini saya dapat mengakses internet, dengan paket murah, hehe, sebut saja T*ree. 

Dan hei!! Disinilah saya sekarang berada. Muntilaaan. Moon-Tea-Land. Tanah Rembulan dan Secangkir Teh. Disinilah, tepatnya di RSU Muntilan, tempat saya 'bekerja' dengan cara berlatih dan belajar ilmu obstetri dan ginekologi selama dua pekan kedepan, eh kebalik ding, yang betul adalah berlatih dan belajar dengan cara bekerja.

Pindah-pindah rumah sakit. Inilah ciri khas sistem rotasi klinis UGM. Setiap stase selalu diawali dengar rotasi di markas besar (Sardjito) dan diikuti markas pembantu (RS jejaring), kecuali radiologi, ilmu kesehatan masyarakat, dan KKN. Nah untuk stase obsgyn, rotasi di jejaring bisa dimulai di minggu ke tiga atau minggu ke empat. Ke empat untuk kelompok saya, itu karena staf obsgyn kewalahan mengatur jadwal koas obsgyn yang kebetulan sedang banyak-banyaknya). 

RS jejaring sardjito untuk stase obsgyn ada buanyak. RSU muntilan, RSU Wates, RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten, RSUD Banyumas, RSUD Cilacap, RSUD Pati, RSUD Banjarnegara, RSUD Wonosobo, RSUD Purworejo, serta Jetis, dan puskesmas Tegalrejo. Penentuan lokasi rotasi di RS jejaring sepenuhnya ditentukan oleh administrator. Nah, kebetulan mbak Admin koas tercinta, mbak Rini, memilihkan saya untuk rotasi di Muntilan selama 2 minggu, dan Banjarnegara selama 4 minggu. Wah, alhamdulillah dapet 2 kota ini yang konon katanya punya keunggulan masing-masing. Hehe

Moon-Tea Land
Ini pertama kalinya saya rotasi di Muntilan. Muntilan itu bukanlah kota. Muntilan adalah kecamatan yang masih bagian dari Kabupaten Magelang. Ini pertama kalinya saya koas sekaligus tinggal hntuk sementara waktu di Muntilan. Kalau cuma lewat muntilan sih udah sering, hehe, waktu ke temanggung buat nyekar, ato layat, atau sowan ke famili yang masih tinggal disana.

Disini saya bersama dua teman saya, namanya Tika dan Stefi. Kami kos barengan di rumah bu Sri Didik. Alhamdulillah kos disini enak, bangunan kosnya berupa rumah keluarga: ada tiga kamar, ruang tamu, ruang tengah, ruang makan, dua kamar mandi, dapur, ruang cuci baju, dan tempat menjemur pakaian. Fasilitas di kamar ada kasur 2x2 meter plus seprai, bantal, dan guling untuk tiga orang, lemari kecil untuk menyimpan pakaian, cermin, meja kecil, dan kursi. Di luar kamar ada kursi di ruang tengah, meja makan, kulkas, dan perkakas dapur (sayang ndak ada kompornya). Saya pilih kos disini karena hsrganya murah, hehe. Bertiga sekamar selama dua minggu dikenai harga 450 ribu all include, tidak perlu bayar tambahan untuk listrik. Tempat bersih, nyaman, tidak ada anjingnya, lokasi dekaat sekali dengan RS, tinggal jakan kaki 1 menit, dan mudah akses ke warung makan serta laundry.

Ini beberapa foto kosan kami :

Kamar tidur

Kamar mandi dengan toilet duduk, dan shower. Kalau saya sih lebih suka pakai ember dan gayung, hehe. Oh ya, airnya sejuuk..

Ruang tengah: TV punya mbak kos..  keliatan nyaman kan tempatnyaa :D

Begitu saya kabar-kabar ke Kak tik dan Stefi kalau saya nemu kosan itu, mereka langsung setuju buat kos disana!!

Hari pertama: orientasi dan poliklinik obsgin
Hal pertama yang dilakukan koas di hari pertamanya di RS jejaring adalah laopran ke bagian Diklat. Diklat di sini beda ya dengan diklat di Sardjito. Kalau di sardjito, diklatnya bahkan punya gedung sendiri, dan banyak ruangannya. Kalau di jejaring, diklat itu ya sebuah ruang ukuran sedang dan stafnya juga hanya beberapa. Sebelum berangkat ke luar kota, bagian diklat sardjito sudah memberi sangu berupa sebendel surat tugas ke RS jejaring masing-masing. Nah, surat itulah yang kami serahkan ke diklat jejaring. Setelah dari diklat, koas akan diantar atau diminta pergi sendiri ke bagian yang dituju.

Kalau di Muntilan sini diklatnya baik bangeet. Cewek-cewek bertiga ini (ima, kak tik, stefi) diantar untuk pengenalan lingkungan RS, lebih tepatnya ke tempat-tempat yang akan kami gandrungi selama dua pekan kedepan :poli, VK(kamar bersalin), OK (ruang operasi), dan bangsal. Kami juga dijelaskan mengenai aturan pembagian jadwal rotasi, nah, jadwalnya, kami sendiri yang buat. Agak bingung sih, koas yang tugas hanya tiga, sementara ruang ada empat. Yah, akhirnya pas pasan lah. Koas bertiga ini tiap 12 jam gantian jaga VK,, ada jaga siang, dan jaga malam. Akibat shift jaga ini, kamar kos yang disiapkan untuk tiga orang, jadi hanya terpakai untuk dua orang, Lha yang satunya jaga. Oh ya, koas tidak perlu khawatir mengenai buka puasa dan sahur. Disediakan kok bagi yang terjadwal jaga :) alhamdulillah ya..

Lapor diklat sudah. Orientasi RS dan peraturan sudah. Nah berikutnya, kami langsung diminta untuk ke ruangan masing-masing sesuai giliran. Saya dan kak tik ke poli, stefi jaga VK. Jam kerja poli dari jam 7.30 hingga jam 13.30, dan waktu saya jaga kemarin, entah mengapa sangat sepiii. Hanya lima pasien. Itupun tinggal empat setelah yang satu malah hilang entah kemana. Tugas koas di poli disini adalah mengasisteni dokter residen. Ya, agak lebih berbobot daripada di sardjito sih, tidak sekedar jadi spesialis tanda-tanda vital. Hehe. Bahkan, di poli kami juga bisa diizinkan untuk melakukan USG, pasang alat kontrasepsi, dan papsmear, jika ada pasiennya tentunya. Oh ya, RS ini punya dua dokter SpOG, dr Hari dan dr Heriyono. Biasanya, kalau dr Hari jaga poli, beliau minta ada 2 koas yang ikut, sementara kalau dr Heriyono, cukup satu koas saja.

Itu tadi tentang poli ya. Nah kalau VK, jni sih termasuk jadwal yang paling membuat koas obsgyn sibuk. Kepala bagian obsgyn disini, dr Hari, sebetulnya meminta agar 1 shift jaga VK selama 24 jam. Lah, yang bener aja, jelas bakal pada tepar lah koasnya. Untunglah bu Marni (staf diklat) bilang kalau kakak-kakak minggu biasanya buat 1 shift = 12 jam. Okedeh, kami ikut mahzab 12 jam saja. Koas juga bisa tikung menikung jadwal dong. Hehe.

Kebetulan saya tidak ada jadwal jaga hari pertama. Alhasil, setelah poli tutup, kurang lebih jam 13, yeaah, saya dapat jam tambahan buat istirahat dan beberes barang-barang bawaan yang belum tertata rapi di kamar kosan. Kak tik juga ikut saya pulang ke kosan, nah tapi tapi, kak tik mau balik ke jogja (dijemput adeknya naik mobil) buat ambil laundry dan beli handschoen steril, dan masker. Eh, tapi saya ikutan kak tik ke jogja dengs, hehe. Sekalian ikut beli alkes dan buka.

Awalnya kami mau beli alkes di dekat UPN veteran. Jauh ya. Ya gimana, di Munti ndak ada toko alkes ik. Toko Barokah namanya. Kakak kelas merekomendasikan toko itu karena murah. Kami sengaja cari yang murah karena kami mau beli dus-dusan masker dan gloves. Perlu banyak. Hmm, inilah resiko koas di Indonesia, APD habis pakai tidak disediakan RS dan universitas karena dana terbatas. Huhu.. kasihan sekali, padahal prosesi belajar ini kan sebetulnya sekalian pelayanan ke pasien.

Oh ya, balik soal alkes lagi.. untunglah tiba-tiba saya ingat ada toko alkes kafa medika di dekat RSUD Sleman, RS jejaring saya waktu stase anestesi dulu. Harga barang-barang yang kami cari, kebetulan lebih murah disini. Capcus lah beli, daripada jauh-jauh ke barokah. Gloves steril maxter ukuran 7 satu box isi 50 harga 175 ribu, masker tali satu box isi 50 seharga 20ribu. Kebetulan bisa sekalian beli sandal untuk VK di toko sebelahmya. Hmm.. Alhamdulillah. Pulangnya, baru deh sekalian beli makanan but ifthor di Olive.

Hoaahmm, inilah hari pertama saya di Negeri Bulan dan Teh. Masih ada dua belas hari tersisa disini. Masih perlu mempersiapkan materi dan mental dengan segala kasus dan staf yang ada disini. Semoga Allah ridho menjadikan tempat ini sebagai lahan belajar dan beramal bagi saya, kalau perlu partusnya yang banyak, biar saya bisa banyak belajar sebelum ke Banjarnegara nanti. Aamiin..




Minggu, 12 Juni 2016

Buber dan Romadhon Tahin Ini

Alhamdulillah Romadhon memasuki hari 7 hingga Ahad hari ini. Seperti biasa, kegiatan buka bersama atau yang lebih akrab disebut buber pun menjamur di berbagai komunitas dan kelompok sosial masyarakat. Kenapa ya mesti buber, hehe. Saya sebetulnya heran. Toh buka puasa sebenarnya tinggal buka puasa saja. Bahkan sebenarnya buber ini bisa menjadi salah satu hal yang merugikan bila kita berboros, melanjutkan berbincang-bincang hingga tak terasa waktu sudah menjelang isya, tidak menjaga lisan dari kata-kata yang tidak baik diucapkan dan tak menjaga adab interaksi antar lawan jenis. Nah, ini pintar-pintarnya kita mengatur agenda buber masing-masing. 
Buber sebenarnya ada hal positifnya kok. Yaitu, sebagai sarana merekatkan silaturahim antar muslimin, membuat kita merasakan indahnya persaudaraan berbalut ukhuwah, dan syukur-syukur sebagai sarana mendapatkan ilmu yang baik dan bermanfaat, jika ada pembicaranya. Mengesampingkan manfaat lain buber yaitu dapat makan gratis kadang-kadang, hehe
Tiap tahun biasanya berbeda kelompok yang mengadakan buber. Kalau dulu waktu SD, SMP, SMA ada buber resmi yang diadakan sekolah. Nah, seiring dengan lulusnya saya dari tiap-tiap jenjang pendidikan, mulailah bermunculan buber alumni SD, SMP, SMA. Bahkan buber SMP dan SMA bisa ada 2, buber angkatan dan buber kelas. Begitu lulus SMA, mulai deh muncul buber aneh-aneh. Buber kelas les bahasa, buber kelompok tutorial kuliah tahun1, tahun 2, tahun 3, dan buber kegiatan ekstrakurikuler mahasiswa. 

Jogja Berlimpah Takjil Gratis
Baru saat kuliah saya tahu bahwa kota saya ini sangat melimpah takjil gratisnya, hehe. Kirain cuma di masjid kampung saya aja. Ternyata lumayan juga lho takjil gratisnya, bisa menolong kondisi teman-teman saya yang terkondisikan untuk berpuasa romadhon dalam perantauan, atau bagi orang non rantau yang belum mendapatkan makanan berbuka hingga adzan maghrib tiba. Contohnya saya sendiri, hehe. Masuk jaga malam jam 5 sore, pihak rumah sakit tidak menyediakan makanan ifthar (berbuka), sementara uang untuk beli makan lupa saya bawa, untung ada takjil dari masjid Mardliyyah di samping rumah sakit. Tidak main-main, ratusan porsi disediakan sekaligus, hasil kerjasama panitia dengan para donatur. MasyaAlah, luar biasa bingit para donatur. Semoga amal ibadah beliau-beliau itu diterima Allah.
Duh jadi ingat saat romadhon di Bangkok dulu. Setiap masjid yang ada di bangkok selalu menyajikan takjil dengan khas setiap hsrinya hingga malam lebaran. Setiap menu ditaruh pada nampan besar untuk dimakan beramai-ramai. Mirip-mirip orang arab. Dan menunya, beuh.. ntaps. Mulai dari es buah, kue-kue khas thailand, nasi lauk pauk, hingga minuman. Di KBRI pun tiap sabtu ada buber juga, menunya Indonesia dan dengan cara Indonesia. Maksudnya, ya tidak pakai cara orang arab gitu. Pernah juga dua kali buber dengan teman-teman muslim Thailand selatan disini, bahkan pernah juga diajak buber dengan keluarga besarnya teman saya Kip, koas di Siriraj Hospital. Pingin lagi ah, kapan-kapan romadhon di Bangkok. Kangen. Kangen.
Dan romadhon tahun ini agaknya mirip-mirip dengan tahun lalu. Dulu sedang exchange di bag obsgyn, sekarang juga di obsgyn, tapi koas bukan exchange. Dulu empat minggu di Bangkok, sekarang 3 minggu dihabiskan di Muntilan dan Banjarnegara. Sama-sama sering jauh dari orang tua. Sama-sama lebaran di kota orang. Tapi, saya berharap semoga setidaknya ada yang berbeda di tahun ini. Yaitu semoga Allah lebih menyenangi saya yang sekarang daripada yang dulu. Semoga ya. Semoga. Aamiin..

Selamat berpuasa dan berlebaran di kota orang im :)

Sabtu, 11 Juni 2016

Bukti kebaikan residen kepada para koas jaga malam :)

Jumat, 10 Juni 2016

Hotelnya Koas Obgyn

Rabu malam kemarin, aku sama sofhia jaga IMP. IMP itu adalah bangsal perawatan bagi ibu-ibunhamil dan ibu-ibu oasca persalinan,nsemuanya merupakan kehamilan disertai penyakit, misal preeklamsia berat, atrial septum defect, dll.. nah malemnya,s aat kami selesai monitoring tanda vital ibu, dan denyut jantung janin, kami tiduuur. Hal yang menyenangkan adalah, sofhi nemu sofa yg bisa dijadikan kasur di ruang istirahat staf, dan ruangannya gak dipakaii.. cuss, kami tidur disana, tempat yang tersisa dan bisa dipakai koas. Tidur semakin nyaman karena kami pakai selimut tambahan dan ruangannya berAC.

O-bi-Ji-Wai-En

Assalamu'alaikum. Akhirnya saya menulis lagi tentang per koas an. Masih sama dengan posting sebelumnya, yaitu stase obgyn. Sekedar tau, stase obgyn merupakan satundari empat stase besar selama rotasi klinis alias koas. Durasinya lumayan lama, 10 minggu, berbeda dengan stase kecil yang berdurasi hanya 4 minggu. Meskipun lama, tapi kalau dilihat dari jumlah penyakit dan tindakan yang harus dikuasai betul-betul oleh seorang koas selama berada di stase ini, maka waktu 10 minggu itu terhitung sebentar. Tapi ya bagaimana lagi, waktu sesingkat ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
-Jaga bangsal jaga poli-
Di obgyn ini, saya pertama kali masuk poli dan jaga bangsal. Bener-bener terasa interaksi dokter pasiennya. Kalau sebelumnya, anes misal, kami langsung masuk kamarnya dan hanya nanya2 ala kadarnya untuk kepentingsn anestesi, sedangkan forensik, anamnesisnya ke keluarga korban serra ke polisi, lebih mirip dengan wawancara dari pada anamnesis.
Untuk jaga poli dan bangsal, tiap koas punya seorang partner yang bakal bareng terus selama ada di sardjito. Koas dan partnernya ini biasa disebut gemeli (kembaran). Nah, tiap gemeli digilir untuk jaga poli dan bangsal dengan adil. Jadi tiap anak mendapat jatah jaga poli dan bangsal yang sama.
Kalau saya sih bergemeli dengan sofhi.
RS Sardjito punya 5 poliklinik obsgyn, 1 pusat kayanan kontrasepsi mantap, dan 3 bangsal obgyn. Jaga poliklinik dilakukan pada jam kerja, sedangkan jaga bangsal selalu ada 24 jam,  dengan sistem shift 12 jam. Pembagian jadwal jaga terserah masing masing kelompok. Untuknjaga malam, saya dan sang gemelli kebagian jaga bangsal sebanyak 11 kali, 6 malam , 5 siang. Jga bangsal paling enak adalah di IMP, karena ruangannya dingin, ya, setidaknya klau hati agak panas setidaknya bisa didinginkan dengan AC. Hehe.
Kegiatan jaga: Jaga bangsal disini sangat amat berbeda dengan jaga UGD yang dulu saya alami waktu stase anestesi dan forensik. Kalau menurut saya sih, jauh lebih enak jaga UGD, karena kami bisa belajar banyak tindakan seperti memasang infus, pasang kateter, rawat luka, belajar manajemen kegawatdaruratan, stabilisasi pasien, dan lain-lain. Nah kalau jaga bangsal sardjito, yang terjadi adalah koas jadi asisten perawat. Cek tensi, respirasi, suhu, nadi, dan balans cairan. Nah untuk jaga bangsal IMP, ini agak lumayan, kami bisa berlatih mempelajari pemeriksaan ibu hamil, dan bisa learning by observing persalinan normal. Sebtulnya banyak protes dari para koas mengenai fenomena koas asisten perawat, tapi entah mengapa seperti tak terdengar oleh pejabat berwenang. Hmm..

Kalau jaga poli.. yaa, agak lumayan mendapat ilmu sih, karena kami bersama dengan residen. Sayang sekali, ilmu2 yg didapat di poli bukan ranah kompetensinya koas untuk menjadi dokter umum. Maklum saja, di RS rujukan nasional ini pasiennya sudah melewati berbagai tingkat rujukan, dan level diagnosisnya tinggi serta sering disertai diagnosis penyerta. Susah susahbkasusnya. Nantilah insyaAllah di RS jejaring kami baru bisa mendapat kompetensi dokter umum. Huft. Sabarrrr saja.

Okedeh, saya mau ngerjain tugas refleksi kasus dulu. Nanti insyaAllah saya mau rutin nulis certa koas. Karena cerita koas indah untuk dikennag, tapi hiks, menyakitkan untuk diulang.

Wassalamu'alaikum,

Semoga kehidupan koas bertambah baik