Minggu, 16 Agustus 2015

La perspektif: dari mana sesuatu dilihat

Menurut penuturan Ustadz Salim Al Fillah dari berbagai hasil pengkajiannya mengenai tarikh/sejarah Islam pada zaman Rasulullah, masyarakat arab yang belum memeluk Islam zaman dahulu menunggu-nunggu terjadinya salah satu dari dua probabilitas yang mungkin terjadi pada Rasulullah SAW dan ummatnya. Bagi mereka salah satu dari kedua hal berikut ini akanlah terjadi: pertama, Muhammad berhasil hidup dan Islam menang, kedua, Muhammad akan binasa dan Islam akan kalah bersama dengan kebinasaannya. Masyarakat non muslim beranggapan bahwa jika Muhammad menang, berarti Muhammad terbukti benar berikut dengan ajaran yang disampaikannya, lalu mereka akan mengikuti islam setelah itu. Namun, jika yang terjadi adalah hal yang kedua, mereka beranggapan bahwa Muhammad terbukti seorang pendusta dan mereka selamat karena tidak ikut dalam kedustaannya yang membawa kebinasaan. 

Aneh pelogikaan masyarakat jahiliyyah itu, mereka menilai sesuatu dari tolak ukur outputnya saja. Mereka tidak menggunakan akal mereka dengan baik. Mereka tidak memikirkan tentang kelogisan yang dibawa Islam mengenai konsep monoteisme, konsep hidup yang saling menghargai, saling membantu, kesetaraan derajat antar manusia, dan lain-lain. Dewasa ini, cara pandang bangsa arab jahiliyyah itu akan ada terus sepanjang zaman. Sekarang, cara pandang itu analog dengan anggapan bahwa negara-negara mayoritas muslim kebanyakannya penuh carut-marut, negaranya bodoh, terbelakang, tidak maju, banyak korupsi, dan kejahatan, serta rakyatnya banyak yang miskin karena ada negara gagal menjamin kesejahteraan mereka. Berbeda dengan negara-negara mayoritas nonmuslim yang maju, modern, aman, bersih, tingkat korupsi amat rendah, pendidikan maju, dan rakyatnya makmur karena kesejahteraannya benar-benar terjamin oleh negara. Bagi orang-orang yang terburu-buru berpikir, atau berpikir dengan dangkal dan tidak dianalisis dengan perspektif yang benar, maka ia akan berpikir bahwa 'Oh, kalau begitu Islam itu jelek dan tidak benar dong. Tuh, lihat, negara-negara mayoritas muslim saja begitu keadaannya.' Pola pikir ini amat parah dan bahaya. Hmm,, yeah. Mereka lupa menilai bahwa, negara-negara maju yang mayoritas nonmuslim tersebut pada kenyataannya lebih menerapkan konsep Islami dari pada negara mayoritas Islam sendiri. Disiplin, tepat waktu, kejujuran, menjamin kesejahteraan rakyat, kebersihan, pemenuhan pendidikan, kemajuan ilmu pengetahuan, dan kesehatan, sebenarnya sudah ada pada ajaran Islam, hanya saja, negara-negara mayoritas Islam masih kalah dalam penerapannya dibanding dengan negara-negara mayoritas nonIslam. Kalau kata kakak kelas saya yang pernah mengikuti pertukaran pelajar di Jepang, disana beliau melihat ISLAM tapi tidak melihat MUSLIM. Menurutnya konsep tatanan kehidupan disana, ketepatan waktu, kebersihan, saling menghargai dan menghormati, amatlah islam, walau beliau tidak melihat tanda-tanda kehidupan orang muslim disana (mungkin belum lihat aja kali yah, karena di Jepang toh ada juga muslimnya).

So pandanglah sesuatu jangan dari orang yang menganutnya, karena dia hanyalah manusia yang bisa salah. Nilailah dari buku panduannya. Nilailah Islam dari ajarannya, yaitu Al-Quran dan hadits.


***Demikianlah sedikit parafrase saya dari apa yang disampaikan oleh Ustadz Salim Al-Fillah dalam Majelis Jejak Nabi di Masjid Jogokariyan, Kamis, 13 Agustus 2015 lalu, dengan sedikit tambahan komentar saya. Tentunya tulisan ini masih jauh dari kata sempurna. Apabila ada hal yang salah, silakan dikoreksi dengan mencantumkan sumber ya :)***


Rabu, 12 Agustus 2015

Menunggu

Menunggu  itu ngga papa kok. Sekalipun yang ditunggu itu ngga tau kalo dia sedang ditunggu. Atau pahit-pahitnya, yang ditunggu itu ngga akan pernah datang untuk menghampirimu. Asalkan waktu menunggumu diisi dengan hal yang berguna, waktu menunggumu ngga akan jadi sia-sia

(Girls' talk)

Minggu, 09 Agustus 2015

New Again

Sudah lama sekali saya tidak sekalipun memperbarui postingan di blog sederhana ini. Ah mungkin sudah setahun ya kurang lebihnya. 
And since that time, so many things happened.
Waktu itu saya masih mahasiswa tahun kedua. And then time passed so quickly, tiba-tiba semua mulai dari blok 2.6 hingga blok 3.6 berlalu. Sekarang saya hampir masuk tahun ajaran keempat, sekaligus  semester terakhir yang saya targetkan. InsyaAllah. Then what next?

Setelah serangkaian program sarjana ini selesai, saya insyaAllah akan menjalani pendidikan profesi dokter, atau yang orang Indonesia biasa sebut sebagai koass. Yap, koass. Dua tahun yang kata senior-senior saya akan menjadi pengalaman yang terlalu indah untuk dikenang (sekaligus terlalu berat untuk diulang. haha. naudzubillahimindzalik).

  Then after koass, what next ? 
Oh tentu saja internship, alias magang selama setahun di tempat yang akan saya dapatkan secara acak. 

Inilah prosesi panjang dalam menjadi dokter. It can't be said as a smooth nice process. Berdarah-darah (paling engga darah palsu untuk belajar infus di patung tangan. haha ), juga peluh, kopi, dan tangis para mahasiswa ada dalam setiap proses ini. Profesi yang insyaAllah akan saya gunakan untuk kebaikan umat manusia, bukan sekedar untuk mencari uang guna menopang hidup. Semoga Allah menguatkan saya dan teman-teman saya dalam melewati tahap-tahap ini, hingga mencapai suatu titik dimana kami dapat menjadi dokter yang profesional dan benar-benar diridhoi-Nya. Aamiin.