Rabu, 24 Februari 2016

Takdir, rencana, doa, usaha

ima              : mbak, emang mbak Tanti target nikahnya kapan?
Mbak Tanti: manusia kan hanya bisa berencana ya, ya kalo aku sih pengennya paling lambat tahun **** . Kalo dirimu kapan im?
ima              : kalo aku mbak ..... (percakapan selanjutnya dirahasiakan, demi menjaga kerahasiaan tentunya. Hehehe)

Begitulah dialog singkat saya dengan mbak Tanti (nama disamarkan) selepas kajian Fiqih munakahat di masjid Mardliyah hari ini, Selasa, 23 Februari 2016. Pertemuan kami hari itu pun tak kami sengaja. Sudah lamaaaa aku tidak bertemu dengan mbak satu itu. Sebelumnya, terakhir kali bertemu sewaktu ada acara di jalan Jogokaryan dwngan pembicara seorang bunda keren dari Jakarta yang saya follow instagramnya. Sebelumnya lagi, sudah lamaaaa sekali sewaktu saya masih aktif di pusat kegiatan mahasiswa tingkat universitas di kampus saya. Mbak tanti itu teman saya sepengurusan sebuah acara besar di kampus saya.

Saya tanya begitu bukan bermaksud lancang dan tidak sopan, apalagi dengan niat membuat baper.. gak kok. Hanya momennya saja yang tepat, kebetulan kajiannya tentang munakahat (pernikahan). 

Benar kata mbak Tanti, yang mampu kita lakukan hanya berencana, disertai berdoa, berusaha, dan bertawakkal pada-Nya. Masalah nanti Allah menyetujui hal tersebut dengan persis atau tidak, itu murni hak prerogatif Allah. Pasti ada hikmah di balik setiap perkara. Bukan hanya urusan jodoh lho ya. semua urusan.. hidup tidak sesempit itu untuk hanya menggalaukan siapa jodoh kelak dan kapan datangnya.

Entah mengapa obrolan ini kembali terngiang di telinga saya pada malam harinya hingga saya mengabadikan simpulan percakapan itu dalam bentuk 'kicauan'(tweet) pada akun twitter saya. Ealah, ternyata juga ada tho postingan bermakna serupa pada menit-menit sekitaran waktu postingan saya yang diposting oleh salah seorang teman. Sungguh, saya mohon maaf, itu hanyalah kebetulan yang sama sekali tidak saya sengaja. Demi Allah, Wallahi, saya tidak bermaksud sedikitpun untuk meniru ataupun memparafrase postingan tersebut. 

Kembali ke takdir, rencana, dan usaha,, malam ini lagi-lagi saya kembali diingatkan mengenai betapa lemahnya daya upaya manusia dalam berhdapan dengan takdir Allah. Ada sebuah kisah nyata tentang sepasang suami istri. Pada suatu hari di tahun 2012, pasangan ini begitu berbahagia karena salah seorang buah hatinya diterima di program studi pendidikan dokter UGM, sebuah jurusan favorit di kampus ternama pula. 

Segala puji bagi Allah, akhirnya si anak tersebut akhirnya telah selesai menjalani kuliah sarjana kedokterannya, dan hebatnya dia lulus awal pada ujian prsyaratan masuk program profesi dokter. Tentu itu bukan hal yang mudah dilalui. Namun atas ikhtiarnya nan teguh, dia berhasil melalui jenjang sejauh itu. 

Menurut logika manusia, mungkin dia akan begitu mulus program profesinya dan dapat lulus tepat waktu sebagai dokter. Tapi ternyata tidak kawan, tepat kemarin malam ia mengalami kecelakaan lau lintas. Hal itu terpaksa membuat dia tergolek koma di ruang perawatan intensif dengan alat bantuan napas. Refleks pupil dan refleks muntahnya tidak ada, sebuah hal yang begitu gawat tengah terjadi pada batang otaknya sehingga menyebabkan hal demikian. Ternyata memang saat itu adalah saat-saat terakhir hidupnya dan sekarang ia telah tiada, meninggalkan dunia fana ini dalam usia yang masih berbilang awal dua puluhan itu. 

Sedih. Kaget. Karena kematiannya yang secepat itu sungguh tidak sesuai dengan apa yang semestinya ia dan keluarganya rencanakan selama ini. Jalan hidupnya menikung begitu tajam lalu berhenti. Stop. Garis lurus. Alat ventilator dilepaskan dan ruang dukalah yang dipersiapkan. Tidak seperti rencana sebelumnya dimana yang dipersiapkan seharusnya adalah topi dan pakaian toga untuk hari wisudanya, atau mungkin buku sakunya untuk contekan koas hari pertamanya. Dan dia adalah seorang teman angkatan saya, sayang dia tidak satu keyakinan dengan saya.

Peristiwa tersebut kembali mengingatkan saya bahwa sesuatu benar-benar baru dapat terjadi atas kuasa Allah dan juga pengingat btentang kematian tentunya.

Sungguh, manusia hanya dapat berencana, berdoa, berikhtiar, dan bertawakkal kepada sang Pencipta. Pelaksanaannya adalah mutlak hak prerogatif-Nya. Semoga apa yang kita rencanakan menjadi bagin dari rencana-Nya pada kita, dan jika tidak, maka itu adalah yang terbaik dan semoga kita senantiasa mensyukuri apapun yang terjadi serta berhusnuzon pada Allah. 




Kamis, 18 Februari 2016

Nikmat Terbesar

Pagi ini sedikit mendung. Mungkin hujan kemarin belum tuntas menghabiskan semua awan di langit. Ah biarlah. Mendung itu salah satu bentuk nikmat yang tercipta oleh Allah yang perlu disyukuri. Pun bila matahari terik pun, itu bentuk nikmat pula. Namun tetap saja, nikmat terbesar yang Allah berikan adalah nikmat hidayah dalam berislam. Duh, tanpa hidayah itu, memiliki dunia seisinya pun tak akan berguna. Tentu akan lebih indah lagi jika kerabat yang masih sanak famili maupun teman-teman seperjuangan yang masih belum berislam mendapatkan hidayah taufik dari Allah 'azza wa jalla, dan semoga kita-kita ini dapat menjadi perantara Allah dalam menghadirkan taufik-Nya pada mereka.

Selasa, 16 Februari 2016

Makanan Bernama OSCE

OSCE ? OSCE makanan apa tuh? Iya, OSCE. Makanannya mahasiswa prodi pendidikan dokter dong tentunya. Eits, tidak segitu nelongsonya kok sampai dibilang makanan segala. OSCE itu merupakan akronim dari Objective Structural Clinical Examination. Dari namanya, bisa kelihatan ya apa itu kira-kira OSCE. OSCE itu merupakan ujian keterampilah klinis bagi setiap mahasiswa dalam masa pendidikan kedokterannya. Ya, kaya dokter-dokteran gitu lah, tapi pakai alat-alat betulan, dan benar-benar bersikap profesional selayaknya dokter yang sudah disumpah kepada pasiennya. Sejak mahasiswa tahun pertama hingga selesai koas nanti yang namanya OSCE akan selalu ada menemani, tentunya dengan standar kelulusan yang semakin kompleks semakin tinggi semesternya. OSCE pada tahun pertama biasanya (dan selalu seperti itu) akan mengujikan kasus-kasus normal, tanpa kelainan patologis, dan tidak perlu diberi terapi serta pemeriksaan lab. Mulai tahun kedua kasus-kasus patologis atau penyakit-penyakit tertentu mulai dihadirkan di OSCE. Sedangkan, OSCE tahun keempat dan osce pascakoas tentu saja dengan kasus yang sudah paripurna dimana sang peserta ujian dianggap sudah dapat melaksanakan jobdesk sebagai dokter dan menatalaksana pasien dari awal hingga memberi obat. Mengenai frekuensi pengadaan OSCE, itu tergantung kebijakan masing-masing fakultas kedokteran. Misal nih, di UGM kami OSCE tiap akhir tahun plus satu OSCE compre di semester 7. Berbeda dengan UNS yang OSCE tiap semester. Pasti masing-masing memiliki pertimbangan sendiri yang dimaksudkan untuk kemashlahatan mahasiswanya.

Latihan OSCE.
Uniknya OSCE ini adalah, bahwa OSCE merupakan satu-satunya ujian anak kedokteran yang membutuhkan latihan mati-matian ! Ketika ujian lain biasa diujikan untuk menguji pemahaman dan hapalan mahasiswa, maka OSCE ini menggabungkan keduanya dengan keterampilan kedokterannya. Terampil mewawancara pasien untuk menggali permasalahan penyakitnya (bahasa medisnya: anamnesis), terampil melakukan pemeriksaan fisik, dan juga menuliskan resep obatnya. Semakin awal semesternya, tentu semakin sederhana keterampilan yang diujikan, seperti yang saya sebutkan tadi. Semakin akhir semesternya, semakin kompleks penggabungan antara keterampilan dan analisis medis yang harus dikuasai. Misalnya, ketika semester 1, kami masih harus menganamnesis runtut dan lengkap dari A sampai Z nya. Di lain hal, ketika semester 7 kami tidak usah runtut itu namun, harus dapat memahami maksud dari setiap pertanyaan yang kami ajukan saat anamnesis dan setiap pemeriksaan fisik yang kami lakukan. 
Hal unik lain dari OSCE adalah, kami benar-benar tidak bisa sendirian dalam belajar dan berlatih. Sangat butuh teman dalam masa-masa kritis OSCE seperti itu. Teman belajar akan sangat membantu dalam setiap proses latihan OSCE, mulai dari pengumpulan semangat ( ciyee. eh tapi ini memang betul-betul penting), lalu mungkin teman tersebut juga dapat mengajari banyak hal untuk materi ujian, mengamati latihan kita, mengoreksi, dan tentu saja.. menjadi probandus alias naracoba. hihihihi =D Dan yang terpenting dari itu semua adalah bahwa berlatih bersama teman akan menggabungkan cara-cara belajar mulai dari membaca, mendengarkan, audiovisual, observasi cara melakukan, praktik sendiri, diskusi, dan juga mengajarkan orang lain. Dengan cara tersebut, daya serap ilmu dapat meningkat hingga 90% menurut Pyramid Learning yang juga diajarkan di tahun pertama perkuliahan dulu. 

Tentu saja tetap harus mengindahkan rambu-rambu syari yaitu tidak ikhtilat atau bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, tidak ndubras-ndubras menabrak waktu sholat, dan sebagainya. Untuk itulah, sebagai alternatif aman sih saya biasanya latihan dengan ciwi-ciwi kece yang ngontrak di Baitul Quds dan sahabat-sahabatnya. hehehe, karena selain dapat ilmu dan latihannya, taat Allah nya insyaAllah dapat juga.

Bagi para orang tua yang tinggal serumah dengan anaknya yang merupakan mahasiswa kedokteran, saya harap bersabarlah dan ridholah jika anak anda pergi dan bermalam berhari-hari (literally) untuk berlatih OSCE di rumah atau kos temannya. Ridho dan doa orangtua tentu memainkan peran yang sangat besar dalam kesuksesan ananda tercinta dalam pertempurannya. Doa orangtua bisa sangat mustajab bagi Allah, bisa seakan tanpa penghalang langsung menembus berlapis-lapis langit dengan mulusnya. Bagi para anak juga jangan sekali-kali lupa mohon doa dan ridho orangtua berkali-kali ya. InsyaAllah lebih lancarr.

Mengenai prosesi latihan, tentunya tidak akan berjalan seideal jika latihan dilangsungkan di lab keterampilan klinik kami di kampus, misal jika di UGM letak lab ini ada di gedung Graha Wiyata lantai 2 dan 3. Bagaimana mau ideal jika peralatan yang dipakai terbatas. Misal, untuk latihan skill Baby Delivery kami tidak mungkin membeli manekin perut serta pelvis ibu lengkap dengan bayi-bayian dan plasenta-plasenta-an, mahal. Atau, Basic Life Support (BLS), juga tidak mungkin kita membeli manekin-manekin yang dapat diketahui dalam pompa jantungnya melalui monitor, jelas luar biasa mahal. Yang kami lakukan (hemm,, lebih tepatnya sih yang empunya rumah lakukan) hanyalah menyulap barang-barang rumah tangga sederhana menjadi media latihan kreatif (kere dan aktif. haha) demi sang OSCE. Maka sim salabim, jadilah mereka. Sofa dan boneka untuk BLS, guling dilipat untuk pengganti lubang jalan lahir bayi, torong cairan tiba-tiba menjadi sungkup untuk bantuan napas, spons cuci piring jadi manekin untuk injeksi, dan lain sebagainya. 

Memang kadang agak horor kalau orang belum tahu apa yang kami lakukan, misal seperti yang di-post pada akun official line medstories, yaitu berdialog sendiri, menanya dan dijawab sendirian, atau main boneka-bonekaan padahal untuk latihan pemeriksaan fisik. hihihi. Kalau terburu-buru menyimpulkan bisa-bisa dikira orang gangguan jiwa lagi. Yah, metode latihan seperti itu memang nyata, tapi hanya digunakan sementara saat terpaksa tidak ada teman berlatih. Kok ngenes juga ya, eh.

Durasi latihan osce bervariasi tiap orangnya. Ada yang sangat prepare berlatih sejak berbulan-bulan sebelum hari H, hingga yang sangat amat santai hingga baru mulai berlatih sejak H-3 ujian. Tapi dikembalikan lagi ke masing-masing individunya. Saya sarankan untuk yang bukan manusia ajaib untuk berlatih paling tidak 2 minggu sebelum hari H. Paling tidak ya,, hehe, jangan ditiru. Belajarlah lebih lama dari itu. Durasi lama latihan cukup berpengaruh pada performa yang dihasilkan pada saat OSCE betulan. Beberapa teman saya yang mengaku kurang lama dalam persiapan OSCE pun selaras hasilnya dengan tingkat kepuasannya, pun juga dengan tingkat keberhasilannya. Memang sih, bagi penghapal kilat bisa saja baru memulai berlatih H-3 OSCE, tapi tidak saya jamin hapalannya tidak luntur karena demam panggung di depan penguji OSCE. Terlalu beresiko.

Berikut ini sedikit tips untuk belajar OSCE dari saya:
  1. Ketahui materi yang diujikan
  2. Pelajari cheklist materi yang diujikan betul-betul hingga menguasai bagaimana urutannya, alat-alatnya, hingga hal-hal yang menyebabkan peserta didiskualifikasi.
  3. Berlatihlah dengan kelompok belajarKelihatannya ini sudah diajarkan sejak SD ya, tapi selama SD hingga SMA saya benar-benar tak mengindahkan saran in. Baru setelah kuliah di kedokteran saya benar-benar menerapkannya, apalagi untuk OSCE. Wacanakan latihan sejak paling tidak 2 bulan sebelum OSCE dan harus dilaksanakan ya, jangan hanya jadi wacana. Tentukan juga lokasi latihan. Saya sarankan menetap di satu tempat saja agar alat-alat yang digunakan dapat di karantina disana, tidak usah khawatir alat hilang karena proses pemindahan alat ke tempat latihan yang lain.
  4. Jadwalkan waktu berlatih, mulai berlatih paling tidak 2 minggu sebelumnya atau 3 minggu sebelumnya    jika itu OSCE yang genting seperti OSCE compre.
  5. Buat checklist bahan dan alat apasajakah diperlukan, jika terlalu mahal kira-kira apa yang mirip bentuknya dan terjangkau harganya. Jika memang ingin membeli alat yang agak mahal namun terjangkau, bisa dilakukan dengan patungan, barangnya nanti digunakan latihan bersama-sama. Rame-rame lebih asik!
  6. Belajar, dan berlatih. Karena yang saya sebutkan sebelumnya akan percuma jika esensi dari latihan OSCE itu sendiri tidak dilakukan dengan baik. Betul-betul pahami maksud dari tiap pertanyaan saat anamnesis itu mau diarahkan untuk mengetahui penyakit apa, demikian juga tiap-tiap gejala yang ada di kasus itu juga mengapa demikian dapat terjadi dan apa saja diagnosis bandingnya. Dan sebagainya, mungkin bisa dilihat di buku materi mengenai ini.
  7. Berdoa, beribadah, dan mohon doa restu orangtua :)
  8. Ikhtiar maksimal. Tidak apa-apa harus meninggalkan rumah berhari-hari selama itu untuk kebaikan OSCE dan tidak menimbulkan maksiat, kadang belajar OSCE harus membuat kangen rumah. Kopi? sekali-kali tidak apa-apa juga kok minum kopi beberapa gelas sehari, cuma saat menjelang ujian. Ya, itu jika kamu tidak memiliki sensitivitas yang bermasalah terhadap kopi. Tapi jangan kebanyakan ya, nanti bisa intoksikasi kafein. Selain itu juga hindari kekebalan terhadap kopi, pastikan kopi yang kalian minum untuk persiapan ujian tidak membuat kalian kebal dari efek stimulan kopi saat koas nanti. Hehe.
  9. Nutrisi. Nah ini penting tapi kadang dilupakan oleh sebagian orang. Jangan lupa makan cukup energi, serat, protein, vitamin, mineral, dan juga air. Kekurangan salah satunya dapat menyebabkan stamina kurang prima. Akibatnya adalah latihan tidak berjalan maksimal karena tubuh butuh kompensasi akibat haknya yang kurang terpenuhi itu. Pastikan juga jangan kelebihan ya.
  10. Tawakkal dan pasrah kepada Allah. Jika usaha maksimal sudah dikerahkan, dan doa terbaik telah di panjatkan, maka inilah jalan selanjutnya yang harus ditempuh. Jangan lupa tetap berbaik sangka kepada Allah karena setiap yang telah terjadi pasti ada hikmah yang Allah maksudkan dibalik itu semua. Misalnya kita tidak lulus OSCE, mungkin Allah tengah menyuruh kita untuk kembali belajar, agar tidak membahayakan pasien tentunya :)
Sekian tips yang saya berikan. Jika membantu, maka tidak lain itu adalah Allah yang telah mengilhamkannya pada saya dan menggerakkan tangan saya untuk mengetiknya disini. Jika tidak membantu atau ada hal yang salah serta kurang berkenan, maka itu kesalahan pribadi saya sebagai makhluk yang serba terbatas pengetahuannya maupun cara untuk menyampaikannya.

Akhirul kalam, Alhamdulillah Allah mengaruniai saya kelulusan di OSCE kompre pertama, sehingga jika saya lolos yudisium 1 sarjana, maka saya insyaAllah dapat masuk koas gelombang 1 yang mulai terjadwalkan pada tanggal 21 Maret 2016 itu. Semoga Allah juga memudahkan semua teman-teman sejawat (mahasiswa kedokteran :D) yang akan mengikuti OSCE, OSCE apapun itu. 

Yogyakarta, 16 Februari 2016
Ditengah sedang cemas menunggu nilai yang tak kunjung keluar

#Medical #OSCE #learning #lifelonglearning #future #doctor InsyaAllah