Jalan raya,
Adalah kebenaran umum jika setiap hari kita pasti ke jalan raya. Iya kan? Seperti yang telah kita semua ketahui, di jalan raya itu bergumul banyak kendaraan bermotor. Bercakap-cakap dengan deru suara mesin masing-masing. Bernapas dengan embusan karbon-karbon yang kadang nampak jelaga kehitamannya. Dahulu, berpuluh tahun lalu, mungkin jalan raya belum seceria sekarang yang telah penuh tawa canda klakson kendaraan. Ramai, semakin sesak dengan arus kendaraan yang tak henti-hentinya mendesak dari belakang, kanan, maupun kiri. Tapi tapi tapi, di jalan raya lah kita mesti banyak berlatih. Berlatih, bukan sekedar berlatih teknik menyetirr. Not that. Namun berlatih tentang kesabaran, mengalah, berjiwa besar, dan sopan santun. Bersabar ketika antrean lampu merah panjang mengular. Mengalah bila tetiba ada sirine ambulans mendekat untuk menyibak barisan kedaraan. Berjiwa besar saat ditikung dari kanan dan kiri seolah tak dianggap ada, namun tetap memaafkan si penikung seketika. Juga menjaga sopan santun dengan sesama pengguna jalan. Berikan kesempatan dahulu pada mereka yang berjalan kaki, lalu pada yang bersepeda, sepeda motor, dan selanjutnya. Janganlah anggap mereka yang berkendaraan itu sebagai 'kendaraannya'. Mereka jugalah manusia yang wajib kita jaga keselamatan dan kehormatannya, jangan lah abai pada hak-hak mereka itu. Pun sebaliknya, bila ada yang memperlakukan kita dengan baik di jalan, abai lah. Gunakan indera berbaik sangka kita. Mungkin dia lalai. Mungkin matanya kelilipan debu sehingga oleng setirannya seolah hendak menikung kita. Mungkin dia lelah semalam tidak tidur karena lembur. Ya, selalu ada celah untuk berbaik sangka. Lalu maafkanlah.
Jalan raya adalah salah satu tempat kita belajar menajamkan kebaikan hati serta menumpulkan ego, bukan sebaliknya. Oleh karena itu jangan sampai tertukar olehmu akan keduanya. Setidaknya, niatkan untuk tidak menukarnya. Tuhan pasti mengerti hatimu. Sekian.
Yogyakarta, 21 Januari 2016
Selepas beradu dengan angin jalan raya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar