Suatu saat di hari Sabtu pekan pertama stase THT, saya jaga bangsal bersama teman saya yang namanya Helena, gadis 1996 asal Bogor keturunan Klaten. Jaga bangsal di hari libur normalnya dibagi 2 shift, 07.00-19.00 dan 19.00-07.00 keesokannya. Namun jaga hari itu spesial. Kenapa? Karena cuma 1 shift. Bersyukur satu shiftnya bukan 24 jam, tapi 14 jam, jam 07.00-19.00. Ya Alhamdulillaah ga pakai sahur di RS segala. (Karena saya pengen banget sahur di rumah terus. hehe)
Apa sih yang dijaga selama jaga bangsal. Biasa... TTV alias tanda-tanda vital. Bahasa inggrisnya vital signs. Meliputi tensi, frekuensi nadi, respirasi, dan suhu badan. Selain itu, sebenarnya kasusnya bukan untuk dokter umum banget. Kalau mau periksa pasien cuma bisa seadanya saja, alat periksa untuk koas ga disediakan. Tapi tentu tetep bisa anamnesis. Lumayan kan. Dari anamnesis, 70% diagnosis telah tegak.
Waktu kami jaga, pasien bangsalnya ada 8. Dua diantaranya pemantauan khusus yang perlu di balans cairan tiap 4 jam. Selain itu... tensi jam 5 sore. Pasien2 pemantauan khusus itu sama sama terkena deep neck infection yang bermanifestasi menjadi abses leher. Penyebabnya, kemungkinan besar akibat infeksi dari gigi setelah cabut gigi di 'tukang' gigi. Makanya kalau mau perawatan gigi sama dokter gigi ya, jangan sama 'tukang' gigi.
Selain TTV kami juga ikut residen kalau ada tindakan atau panggilan dari IGD. Pas jaga kemarin ada dua pasien bangsal yang tindakan lepas tampon hidung. Saya sama Helena mengasisteni.
Cuma satu yang bikin Helena gelisah sejak pagi, ngga ada panggilan dari IGD. Memang kurang gimana gitu kalau jaga tapi ngga ada kasus IGDnya. Padahal teman-teman yang kemarin-kemarin jaga mesti dapet kasus IGD, bahkan ada yang sampai 6 kali.
Hingga akhirnya sebelum sholat maghrib, Helena bilang "Ma, jangan lupa berdoa supaya ada kasus IGD ya.. satuu aja."
Eh beneran, satu jam kemudian beneran ada kasus IGD. Hohoo, doa pun terkabulkan. Literally terkabulkan. Alhamdulillah.
Kami ke IGD bersama residen bangsal jaga kala itu, dr. Ratna dan dr.Bontang. E ternyata kasusnya adalah, suspek corpus alienum duri ikan. Pasien wanita usia 50an datang dengan keluhan tenggorokan sakit dan perih sekali, yang dirasakan setelah pasien tidak sengaja menelan bagian ekor dari ikan lele yang disantapnya untuk berbuka. (sampai disini, pelajaran ya.. kalau makan ikan hati-hati, kayak saya, hati-hati banget kalau makan ikan. Akibatnya makan ikannya jadi lama 😂). Nyeri dirasakan memberat jika pasien menelan. Rasa mengganjal (+), sulit bernapas (-).
Setelah diperiksa dengan sebelumnya dibius lokal xylocain semprot, ternyata faring sebelah kanannya hiperemis sekali (hiperemis:kemerahan). Tanda bahwa disana baru terjadi peradangan/perlukaan. Namun sayang, si ekor ikan yang diduga jadi penyebabnya pun tak jua ditemukan. Bye. Residen pun memulangkan si pasien dengan obat pulang antinyeri dan antiradang. Jika dalam 5 hari keluhan tidak membaik, pasien diminta kontrol ke poli THT. Udah, gitu aja. Cuma ga sampai 10 menit balik lagi ke bangsal. Tapi alhamdulillah, doa koas jaga terkabulkan bukan ?
Puas? Kalau kata hele sih dia sebenernya pengen kasus yang lebih advanced lagi. Entah yang kaya bagaimana maksud advanced itu. Mungkin yang duri ikannya kelihatan dan perlu tindakan laringoskopi direk untuk pengambilannya.. maybe.
Hikmahnya.. ada konsekuensi dari doa dan terkabulnya doa. Selain mohon agar doa terkabulkan, baiknya juga memohon pada Allah agar memberi yang terbaik karena kita tak tahu apa yang akan terjadi sementara Dia mengetahuinya, dan mohon juga agar kita dimampukan untuk menghadapinya. Karena siapa tahu, ternyata doa betul-betul terkabulkan secara harfiah, tapi ternyata kita justru menemui kesulitan saat menghadapinya. Well, apapun itu, kalau Allah telah memberi karunianya, itu berarti Allah telah percaya pada kita dan telah memberikan kemampuan pada kita untuk menghadapi tantangan-tantangannya juga. والله اعلم بالصوب