Mommy, Daddy, ah bukan, itu bukan panggilan sayang untuk kedua orang tuaku. Aku memanggil mereka Ibu dan Bapak, sama seperti Bapak Ibuku memanggil orangtua mereka masing-masing.
Alkisah, mereka dulu pertama kali bertemu di sebuah masjid di Kota Temanggung, dan selanjutnya dikenalkan oleh saudara Ibuku. Secara kebetulan (ah bukan, sudah diatur Allah kog dari sana nya) waktu itu Bapak dan Ibu sama-sama tinggal di Jakarta, Bapak bekerja di PLN dan Ibu di Dinas Pertanian. Bertahun-tahun mereka sudah tinggal di propinsi yang sama tanpa saling mengetahui. Hari itu terbongkar sudah, dan itulah awal dari kisah mereka.
Aku tentu tidak akan menceritakan mereka dari hari itu hingga sekarang karena tentu akan amat panjang, dan aku juga takut salah menuliskannya disini (pengetahuanku juga terbatas kan?). Aku tidak tahu apakah setelah itu mereka sering mengalami kebetulan-kebetulan di hari-hari mereka atau tidak. Tapi beberapa hari ini lagi-lagi mereka mengalami kebetulan-kebetulan lagi. Ada 2 jumlahnya. Pertama, hari Selasa saat aku SMS Ibu minta supaya Ibu menemani aku les menyetir. Waktu itu Ibu sedang ke Pamella Swalayan, belanja. Ini parah, Ibu kehabisan pulsa saat itu, nah lo, gimana cara Ibu mengabariku kalau begitu ya. Harus beli pulsa dulu ? Ternyata tidak lho. Kebetulan disaat yang sama Bapak juga sedang ke Pamella Swalayan, ada janji bertemu dengan temannya disana. Bisa diduga kan endingnya? Tentu diantara ratusan orang yang sedang berbelanja di sana, mereka bertemu. Akhirnya selamatlah Ibu, tidak perlu repot-repot beli pulsa dulu untuk mengabari ku. Ibu SMS aku memakai handphone Bapak. Dalam kasus ini, kebetulan itu : Menguntungkan.
Kedua, semalam. Ketika aku sedang duduk-duduk membaca buku di dekat Ibu yang sedang tidur-tiduran di kursi panjang, tiba-tiba ada suara letupan dari dapur. Ibuku langsung bangkit. Panik mengingat beliau lupa mematikan tungku kompor yang sudah memanaskan sayur Brongkos dari tadi. Pasti gosong. Memang betul gosong, sampai asat kuahnya.Ya sudahlah, aku sih nerima aja, nggak papa gosong. "Kalau sampai sayurnya gosong, dan nggak bisa dimakan lagi ya berarti itu bukan rejeki kita." pikirku, sembari berdoa semoga Allah memberiku daya ingat yang baik sehingga minim kejadian 'gosong' pada masakan-masakanku kelak. Eh, ndilalah tidak sampai 10 menit dari kejadian itu, tiba-tiba (lagi) Bapak berlari panik keluar kamar. Teringat sedang membuat air ion perak dengan generatornya, ditinggal Bapak ketiduran di kamar. Gosong juga, sampai warna airnya menggelap dari standar yang seharusnya. Haha, ada-ada saja Bapak Ibuku. Kog ya, menggosongkan dalam jam yang sama. Senasib yang menggelikan. Bikin aku yang tidak ikut-ikutan jadi panik juga. Kali ini, kebetulan itu : sedikiiit menghibur.
Kebetulan-kebetulan itu sederhana. Sederhana namun mengesankan. Bukan sebuah kebetulan di alam raya ini ada kejadian seperti itu, ada yang merencanakannya, yang telah menge-plot terjadinya di sebuah kota nun kecil bernama Jogja ini. Dan lagi-lagi Allah berkenan menjadikanku saksi kejadian-kejadian sederhana namun mengesankan. Membuatku semakin kagum dengan segala pengaturannya yang serba wah dan wow, yang selalu ada hikmah dibaliknya, yang selalu menorehkan bukti sifat Ar-rohman-Nya, dan semoga semakin memperdalam kecintaanku pada-Nya.
Dan akhirnya, semakin yakin bahwa yang selama ini telah didogma manusia bahwa segala kejadian yang terjadi diluar kontrol dan rencana kita itu disebut dengan kebetulan, adalah bukan kebetulan secara murni, ada Zat yang mengatur di balik itu semua :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar